Cari Blog Ini

Minggu, 02 Januari 2011

Dari Hati

Di Bawah Ketiakmu



Ingin kusampaikan sebuah pernyataan tentang kenyataan

Bukan sebab aku gelisah atau tak tahu rasa malu

Tadi pagi matahari mendatangiku dengan tubuh kusam

Seperti tak pernah mandi hingga berpuluh kurun

Sementara hasrat kantukku tak membuat pelangi terlelap

Bahkan untuk sekedar menimang pagi buta masih terasa berat

Kutusuk mendung agar membuat cerita tentang angin yang menggelitik sayap sayap ibu

Kemudian semesta terbahak-bahak bersama nyanyian yang sempat membisu



Kunyatakan tanyaku pada terik berapi-api

Sudahkah dia menggiring air menuju hilir

Karena bumiku enggan bertapa dalam kejumudan

Tanah ingin menggeliat, namun terlalu takut

Air ingin berekspresi membuang resah

Tapi pertiwi tak cukup memadai

Dan pertahanan tak terkendali lagi

Tanahku kembali bersorak riuh ramai

Teriakan itu telah mengalahkan seribu gonggongan anjing

Padahal hanya sebatas teriakan hati



Tiada tempat aman selain di ketiakmu

Maka izinkanlah kucari hangat walau aku memang tak tahu malu

Berikan aku setetes kasih meski gelisah menggauliku seluruh

Negeri mentawai belum menjamin damai

Tapi kuyakin pohon-pohon masih sudi berceloteh suatu saat

Coleklah angkasa itu

Dan rahasia rasa segera terbongkar sebelum tanah mengering



Haruskah kububarkan penguasa agar nyaman kembali

Haruskah kusudahi angkara agar tentram merayap

Haruskah kukubur neraka sehingga surga tak berpaling wajah

Akhirnya kucipta duniaku

Pesta segenap musim

Dansa di seluruh penjuru mata angin

Dan inilah duniaku

Dunia di bawah ketiakmu





Tumpah Darahku, Darah Tumpahku



Mak

Kumaki pertapaan sunyi di senja yang semakin wingit

Gelora jiwa menghentikan perjalanan darah menuju artileri

Sampai berapa lama akan tertahan

Sedangkan Tuhan membuat jarak terlampau jauh

Teringat Indonesia kita

Teringat dengus wedhus yang menggauli pergaulanmu

Teringat lelaki sang surakso hargo



Mak

Masih membekas di pelupuk otakku

Bagaimana saat bulan pendar kau menyuruhku meneguk lautan

Kumuntahkan persediaan bahagiaku

Pada setiap jabang bayi yang girang menyambut fana dunia

Kuharap akan sama sampai masa tak berbilang

Tentang subuh yang bercerita semangat mengaji anak dusun

Mengenai sleman yang selalu dibasuh embun

Namun kau kembali dengan pertanyaan cemas



Bagaimana jika wedhus tak terurus

Lalu dengan gembelnya dia merengsek menuju dusun

Kusumpal mulutmu dan kukatakan sekali lagi

Langit tak boleh menangis lagi

Tanah ini adalah rahimku

Tak mungkin kutinggalkan dia membusuk sendiri

Tak usah kau menimbang jalan

Kalau perlu kutelan dedaunan yang tercampak



Mak

Kukatakan sekali lagi dan untuk yang terakhir

Perjalananku takkan terhenti

Biarkan Tuhan sendiri yang menghabisi

Kuakhiri hidupku karena setiaku

Kau mencibir, padahal sujudku belum berakhir

Di sini darahku tertumpah untuk pertama kali

Dan di sini pula aku menumpahkan darahku untuk terakhir kali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar